DISKURSUS tentang penyatuan kalender Islam di negeri ini sudah berjalan hampir setengah abad. Apabila tidak diperhatikan sejak sekarang, strategi dan tahapan untuk mewujudkannya maka upaya yang dilakukan akan “berjalan di tempat”.
Berbagai pertemuan dan kegiatan telah digelar dari tahun ke tahun. Namun belum menghasilkan sebuah kesepakatan yang dapat diterima semua pihak untuk menghadirkan kalender Islam Indonesia bersatu. Tentu ini bukan pekerjaan mudah. Pertemuan dan kegiatan dimaksud antara lain, yaitu :
- 2 Oktober 2007, Pertemuan Ahli Falak Muhammadiyah dan NU di Kantor PB NU yang dihadiri Menteri Agama RI H. Maftuh Basyuni, K.H. Hasyim Muzadi, Dirjen Bimas Islam H. Nasaruddin Umar, dan delegasi Muhammadiyah. Pada pertemuan ini disepakati perlunya rumusan tentang kalender hijriah nasional.
- 6 Desember 2007, Pertemuan Ahli Falak Muhammadiyah dan NU di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta. Pada pertemuan ini masing-masing pihak menyadari sudah saatnya Muhammadiyah dan NU mengalah untuk umat, sehingga harus ada kesepakatan bersama agar umat tidak lagi bingung akibat keputusan yang dihasilkan, perlu adanya unifikasi kalender hijriah yang dapat dijadikan pedoman seluruh umat Islam dunia.
- 21 September 2011, Lokakarya Mencari Kriteria Format Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia di Hotel USSU Bogor. Salah satu keputusan penting yang perlu ditindaklanjuti untuk mewujudkan kalender Islam Indonesia adalah (a) membentuk tim kerja unifikasi kalender Islam Indonesia, (b) melakukan kajian berbagai literatur yang berkembang dengan melibatkan para ahli terkait, (c) melakukan kajian observasi hilal secara kontinyu, (d) membuat naskah akademik dengan pendekatan interdisipliner, dan (e) melaksanakan Muktamar Kalender Islam Indonesia.
- 18-19 Juni 2012, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI menyelenggarakan sidang Badan Hisab Rukyat sebagai tindak lanjut Musyawarah Nasional Hisab dan Rukyat bertempat di Hotel Millenium Jakarta. Salah satu keputusan yang dihasilkan adalah merumuskan kriteria penetapan awal bulan kamariah dalam Takwim Standar Indonesia disertai langkah-langkah yang terencana dan berkelanjutan dengan target waktu paling lambat 2015.
Memperhatikan berbagai pertemuan di atas. Nampak jelas sekali bahwa pertemuan-pertemuan tersebut diselenggarakan bukan berdasarkan tahapan yang harus dilakukan dalam mewujudkan kalender Islam Indonesia. Kehadirannya hanya merupakan respons sesaat ketika akan dan setelah terjadi perbedaan dalam memulai awal Ramadan dan Idul Fitri saat itu. Misalnya “Lokakarya Mencari Kriteria Format Penentuan Awal Bulan Kamariah di Indonesia” di Hotel USSU Bogor. Kegiatan ini diselenggarakan setelah terjadi perbedaan dalam menentukan Idul Fitri 2011. Pada saat itu terjadi “ketegangan” dalam sidang isbat bahkan ada kesan memojokkan pihak lain dan terucap teori yang digunakan pihak lain sudah “usang”. Suasana ini membuat Menteri Agama RI perlu menggelar kegiatan lokakarya di atas.
Selanjutnya pada Musyawarah Hisab dan Rukyat tahun 2012 menargetkan pada tahun 2015 akan terwujud kriteria tunggal untuk penentuan awal bulan kamariah. Target ini nampaknya kurang realistis dan tidak didukung data yang memadai. Untuk membangun kalender hijriah nasional yang mapan perlu riset yang komprehensif. Jika dicermati lebih jauh maka sisa waktu satu tahun tidaklah cukup untuk merumuskan “teori” yang dapat diterima semua pihak. Bahkan pada Muzakarah Rukyat dan Takwim Islam Negara Anggota MABIMS pada tanggal 21-23 Mei 2014 hampir seluruh anggota delegasi merekomendasikan agar teori visibilitas hilal MABIMS (2,3,8) dikaji ulang.
Dalam konteks Indonesia beban psikologis masing-masing pihak sangat terasa. Hal ini disebabkan masing-masing pihak tidak mudah melepaskan “identitas” yang dimiliki. Apalagi pertemuan dilaksanakan menjelang sidang isbat. Oleh karena itu sudah saatnya dirumuskan visi, strategi, tahapan yang kongkret dan realistis serta mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi. Dengan kata lain perlu renstra untuk mewujudkan kalender hijriah nasional yang dapat diterima semua pihak ke depan.
Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.
Bukit Angkasa, 24 Syakban 1435/22 Juni 2014, pukul 03.30 AM.
SusiknanAzhari
source (Museum Astronomi Islam)
No comments:
Post a Comment