Pendahuluan
Masyarakat Islam hingga saat ini masih banyak yang apriori dengan Bank Syari’ah serta lembaga-lembaga keuangan syari’ah lainnya. Mereka sering menjastifikasi bahwa Bank Syariah tidak ada bedanya dengan Bank Konvensional. Maka ditengah masyarakat berkembang pernyataan bahwa Bank Syari’ah itu hanya “capnya” saja yang syari’ah, pada prakteknya Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional itusama saja. Ungkapan yang bernada mencibir; “Manakah yang halal, susu sapi cap babi, atau susu babi cap sapi”. Tentu saja yang halal adalah susu sapi walau cap babi. Ungkapan tersebut ditujukan pada keberadaan Bank Syari’ah ditengah-tengah Bank Konvensional yang telah berurat berakar lama di negeri ini.
Stigma yang agak miring ini timbul karena ketidaktahuan masyarakat tentang prinsip syari’at serta perbedaan system Bank/lembaga keuangan Syari’ah dengan Bank/lembaga keuangan Konvensional. Mereka hanya melihat mekanisme praktek luar Bank Syari’ah, misalnya cara memperoleh modal dan cara pengembaliannya, tetapi tidak memahami hal yang substansiil yaitu aspek syar’inya.
Maksud dan tujuan tulisan ini adalah penulis berkeinginan menjelaskan secara singkat, perbedaan antara sistem konvensional dengan sistem syariah pada lembaga-lembaga keuangan yang ada, agar stigma negative terhadap lembaga keuangan syari’ah tersebut sirna dan masyarakat Islam akan lebih tertarik dan dekat dengan lembaga keuangan syari’ah yang pasti berkah dan halal.
Pada Bank
Pada Bank konvensional menerapkan sistem pinjam-meminjam dengan menggunakan sistem bunga yang merupakan tambahan atas pinjaman. Bunga adalah tambahan yang tetap walaupun terlebih dahulu dilandasi dengan perjanjian dan persetujuan kedua belah pihak antara Peminjam dan pemberi pinjaman. tambahan tetap berupa bunga ini diharamkan dalam syariah Islam yang disebutnya dengan riba. Hal yang paling substansi dalam bunga adalah, apapun yang terjadi dengan peminjam uang, baik untung maupun rugi, maka peminjam harus membayar bunga sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank.
Sementara Bank syari’ah tidak menerapkan sistem bunga dengan akad pinjam-meminjam, melainkan sistem kerjasama atau jual beli. Misalnya kerjasama antara pemilik modal dengan pengusaha (mudharobah), yang disepakati adalah jika untung, maka dilakukan pembagian keuntungan dengan proporsi yang ditetapkan atau disepakati. Bisa juga jual-beli (murabahah), di mana bank menjual suatu barang dengan mengambil marjin keuntungan, kemudian dicicil dengan cicilan tetap. Dan bentuk-bentuk transaksi lain yang disediakan oleh Bank. Dalam praktek inilah ada sebagian orang mengatakan tidak ada bedanya antara konvensiaonal dengan syariah. Ini adalah salah mutlak.
Dalam hal margin dalam Bank konvensional yang digunakan hampir sama dengan bunga, tidaklah menjadi alasan untuk membenarkan pendapat sebagian orang tersebut. Untuk menentukan marjin keuntungan, bank boleh saja menghitung dengan ‘benchmark’ pada perhitungan yang ada, namun transaksi yang dilakukan harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah, di mana ada transaksi dengan underlying assetnya, dan ada akad yang menyertainya.
Pada Perusahaan Kredit
Kredit konvensional prinsipnya meminjamkan uang kepada nasabah untuk membeli suatu barang, di mana uang tersebut dikenakan bunga kemudian pengembaliannya dicicil sampai lunas. Sementara kredit syariah, perusahaan kredit membeli barang kemudian menambahkan marjin keuntungannya, setelah itu dihitiung cicilannya tetap sampai lunas (murabahah). Seperti halnya pada transaksi murabahah di bank, marjin keuntungan boleh saja dihitung dengan ‘benchmark’ pada perhitungan yang ada, namun transaksi yang dilakukan harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah, di mana ada transaksi dengan underlying assetnya, dan ada akad yang menyertainya.
Pada Asuransi
Pada asuransi konvensional, terjadi transfer resiko dari nasabah ke perusahaan asuransi, dalam hal ini ada ketidakpastian dan jika terjadi kerugian maka perusahaan asuransi akan menanggung risiko yang sangat besar, sebaliknya jika tidak terjadi kerugian maka nasabah tidak mendapatkan apa-apa. Jadi ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan pada kedua sisi.
Sementara Asuransi syariah, akadnya adalah tolong menolong sesama peserta asuransi. Perushaan asuransi hanya mengelola saja, untuk itu perusahaan mendapat fee atas pengelolaan.
Premi yang dibayar oleh nasabah merupakan dana sumbangan yang dikumpulkan untuk saling tolong menolong di antara sesama nasabah jika terjadi kerugian pada salah satu nasabah. Jika terjadi kerugian pada satu nasabah, maka kumpulan dana sumbangan tersebut yang akan digunakan untuk membayar klaim. Dalam hal ini perusahaan aasauransi syariah tidak mengalami kerugian sama sekali. Sebaliknya jika nasabah tidak mengalamai musibah, yang bersangkutan juga tidak mengalami kerugian atas preminya, karena akadnya ketika membayar premi adalah atas dasar tolong-menolong sesama peserta.
Reksadana, Saham, dll
Reksadana maupun saham yang ditransaksikan secara konvensional, tidak memperhatikan apakan transaksi tersebut bersifat spekulatif atau tidak dan demikian juga dengan jenis instrumen yang ditransaksikan tidak melihat apakah emitennya comply secara syariah ataupun tidak.
Sementara reksadana syariah maupun saham syariah, emiten atau instrumennya haruslah comply dengan syariah. Adapun instrumen maupun saham yang sesuai syariah tersebut dapat mengacu pada Fatwa MUI yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
Kesimpulan
Bagi yang ingin menerapkan syariah dalam transaksi keuangannya, cukup pilih lembaga keuangan syariah sesuai dengan kebutuhannya. Tidak perlu berdebat apakah ada bedanya atau tidak ada bedanya dengan konvensional, karena sudah ada yang memikirkannya dan ada Dewan syariah yang mengawasinya. Karena kalau kita berdebat terus, maka lembaga syariah yang ada tidak akan pernah maju. Tentunya jika masih ada yang belum 100% sesuai syariah, para praktisi dan MUI akan menyempurnakannya. Tugas kita adalah menjalankannya dan memberikan masukan untuk perbaikan. Dengan demikian, syariah akan maju seperti yang terjadi di Malaysia.
Oleh: Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H
Ketua Pengadilan Agama Magetan
Ketua Pengadilan Agama Magetan
No comments:
Post a Comment