Monday, October 6, 2014

Spirit Qurban Untuk Kesejahteraan Ummat

Sebagai sebuah bangsa yang besar, kita patut berbangga diri karena kita telah 69 tahun merdeka. Kita telah melalui masa-masa sulit pada masa penjajahan Portugal, penjajahan Belanda, dan Penjajahan Jepang. Kita pun telah melalui beberapa masa tertentu. Masa Orde lama telah kita lewati. Demikian juga orde Baru. Sekarang kita masih tertatih-tatih dalam orde reformasi yang telah kita jalani selama 16 tahun. Namun spirit reformasi itu, selain ada positifnya juga mengandung distorsi.

Kita tentu saja patut melakukan refleksi, evaluasi dan perenungan atas pengakuan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Djohan, dalam diskusi otonomi daerah yang merasa prihatin dengan kepala daerah yang dipilih secara langsung banyak terjerat kasus korupsi. "Dari total 524 kepala daerah, 327 orang yang terkena proses hukum, 86 persen di antaranya kasus korupsi," paparnya sebagaimana dikutip oleh batamtoday.com.

Angka 327 adalah angka yang fantastis karena melebihi angka 62%. Sebagai rakyat tentu kita patut bertanya dan mempertanyakan motif di balik keseriusan para calon pemimpin di pilkada baik bupati/walikota maupun gubernur. Betulkah mereka mengajukan diri menjadi pemimpin rakyat untuk melayani rakyat dan umat atau untuk melayani kepentingan pribadi, keluarga dan golongan mereka sendiri. Selama ini kita menyebut bahwa yang terkena kasus hukum atau korupsi disebut oknum. Namun oknum biasanya hanya satu dua orang dalam hitungan jari.

Angka 62% dan 86% adalah angka yang menunjukkan mayoritas. Inikah mentalitas Negara berpenduduk mayoritas muslim se dunia?? Benarkah kita telah mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya?? Benarkah kita telah meneruskan perjuangan para pahlawan Nasional Republik Indonesia yang kita cintai? Seberapa dalam dan tulus cinta kita? Betulkah kita mengabdi tulus untuk rakyat atau untuk diri kita sendiri dan kroni?

Marilah kita merenungkan salah satu prediksi Nabi Saw berikut ini:

سَيَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ هِمَّتُهُمْ بُطُوْنُهُمْ وَ شَرَفُهُمْ مَتَاعُهُمْ وَ قِبْلَتُهُمْ نِسَائُهُمْ وَ دِيْنُهُمْ دَرَاهِمُهُمْ وَ دَنَانِيْرُهُمْ اُولئِكَ شَرُّ اْلخَلْقِ لاَ خَلاَقَ لَهُمْ عِنْدَ اللهِ

Akan datang kepada manusia suatu masa, yang menjadi perhatian utama mereka adalah kebutuhan perut, kebanggaan mereka adalah harta-benda, qiblat mereka adalah para wanita dan agama mereka adalah dirham dan dinar (uang). Mereka itulah seburuk-buruknya makhluk; mereka tidak mendapatkan apapun di sisi Allah.
[Riwayat al-Daylami dan al-Sulami dari Ali ibn Abi Thalib ra.]

Ujaran dan sabda Rasulullah ini tidak mengada-ngada mari kita lihat sekeliling kita. Di saat rakyat kecil ngantri bahan bakar minyak (BBM), ada pejabat terkait yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Ada juga oknum yang menjual BBM secara illegal bermodus mafia di Batam. Menurut Kepala PPATK, M. Yusuf, Cara kerja dan modus yang dipraktikkan Niwen berjejaring dan tidak tunggal. Yusuf menyebut modus Niwen Cs bernuansa mafia karena melibatkan PNS, pengusaha perminyakan, oknum PHL TNI AL, oknum karyawan Pertamina dan lainnya.( id.berita.yahoo.com).

Kebocoran Anggaran Negara

Kasus-kasus yang terungkap hanyalah bagian kecil dari ratusan bahkan mungkin ribuan kasus yang berpartisipasi dalam kebocoran anggaran Negara hingga 45%. Ada yang menyebut bahwa anggaran Negara bocor hingga seribu triliun. Jika hal ini benar maka upaya-upaya penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri dan golongan bukan isapan jempol. Suatu hal yang jauh-jauh hari diwanti-wanti oleh Nabi Muhammad Saw:

و إني و الله ما أخاف عليكم أن تشركوا بعدي و لكني أخاف عليكم الدنيا أن تنافسوا فيها

Demi Allah, hal yang aku takutkan bukanlah kalian kembali kepada kemusyrikan tapi aku khawatir kalian bersaing dalam memperebutkan dunia. (H.R. al-Bani)

Boleh jadi umat Islam sekarang sudah tak menyembah patung-patung dan berhala-berhala. Pada zaman sekarang berhala itu sudah berwujud uang dan kekuasaan. Berhala inilah yang sejatinya harus mendapatkan porsi yang jelas dalam khutbah Iedul Adha. Karena Iedul Adha pada hakekatnya adalah menceritakan keluarga Ibrahim. Menurut Ahmad Chodjim, Nabi Ibrahim adalah sosok pencari kebenaran. Sejak muda ia kritis terhadap lingkungan hidupnya. Baik lingkungan social maupun lingkungan fisiknya.

Ketika masyarakat kehilangan orientasi pada jalan yang benar. Tatanan masyarakat yang korup dan hidup mereka yang permisif. Ibrahim tampil menegakkan kebenaran. Dia melalkukan protes terhadap system yang berlaku. Dia menjebol tatanan masyarakat yang tidak sehat. Pada saat itu tatanan masyarakat sakit tersebut digambarkan al-Qur’an sebagai penyembah berhala. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah rakyat sudah mendewakan raja dan para elitenya. Rakyat sudah kehilangan kemerdekaan hidupnya. Maka ia tak segan-segan mendobrak situasi yang beku dan menggugat moral yang dekaden.

Sedangkan Ismail adalah kader penerus perjuangan Ibrahim. Ia lah yang meyakini dan melanjutkan misi dan cita-cita luhur founding fathernya. Ia pemuda yang menaati Allah dan berbakti kepada orang tuanya. Kedua ayah dan anak ini adalah dua manusia yang mampu mengorbankan egonya masing-masing. Yang dijadikan qurban memang domba tapi yang dikorbankan adalah ego atau keakuan. Dan, orang yang sudah mampu mengorbankan egonya, maka berdasarkan ujung ayat 37 dinamai dengan al-muhsinun. Orang yang melakukan ihsan adalah mereka yang berbuat kebajikan karena Allah semata (ikhlas).

Kriteria Ikhlas inilah yang membedakan qurban habil diterima sedangkan qurban qabil di tolak. Dalam tafsir al-Baghawi, diceritakan bahwa Qabil adalah seorang petani ia melakukan kurban hanya sekedar mengugurkan kewajiban. Dalam hatinya ia bergumam ia tak memikirkan qurbannya akan diterima atau tidak, yang ada dalam benaknya adalah bagaimana dapat menikahi Iqlima. Dan Allah pun ternyata hanya menerima qurban orang yang bersungguh-sungguh melaksanakan perintah karena-Nya(5:27). Dan predikat kebajikan takkan diterima di sisi-Nya kecuali dengan mendermakan sesuatu yang dicintai(3: 92). Bahkan ada larangan mendermakan harta dengan memilih yang buruk (2: 267):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267)

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan jangan-lah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. Setan men-janjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyu-ruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 267-268).

Jadi, kurban sejati adalah kurban yang dilakukan dengan penuh keikhlasan. Kurban sejati bebas dari pamrih atau pujian dari lingkungannya. Dalam pandangan Achmad Chodjim, kurban demikian tentunya sudah tidak memadai lagi bila diwujudkan dalam bentuk hewan-hewan kurban. Kurban hewan hanya memberikan hiburan sesaat bagi mereka yang tidak punya. Memang secara ekonomi pengurbanan berupa hewan akan menguntungkan para peternak hewan qurban. Jika ini yang menjadi tujuan kurban dalam Idul Adha, maka gugurlah makna utama yang terkandung dalam Q.s 22: 36-38.
Lebih lanjut, menurut penulis Buku Hidup Penuh Makna tersebut, Di zaman sekarang syiar Allah tidak perlu dibesar-besarkan melalui pemotongan ratusan ribu hewan (sapi, kerbau, kambing, biri-biri). Sudah waktunya lembaga-lembaga permasjidan mengelola dengan benar setoran hewan qurban untuk kesejahteraan umat, membuka lapangan kerja atau usaha kecil dan untuk menaggulangi kemiskinan. Sehingga tidak semua hewan harus dipotong pada waktu hari-hari tasyrik Idul Adha. Sebagian besar hewan dapat dijual kembali dan uangnya dikelola dengan penuh amanah dan ketakwaan. Uang hasil setoran hewan qurban itu dimenej secara modern oleh orang-orang yang muhsin yang memiliki keterampilan dalam bidang manajemen. Dalam bahasa sekarang, dana kurban itu harus dikelola secara professional.

Dengan memahami ayat 36 dari Surah al-Haj, qurban yang kita lakukan tidak hanya bersifat konsumtif, karena permasalahan social kemanusiaan tak selesai dengan pembagian daging kepada orang miskin baik yang meminta atau tidak. Tujuan lebih lanjut dari qurban adalah agar pelakunya menjadi orang bersyukur. Dalam bahasa keseharian kata syukur diberi akhiran “an” sangat akrab ditelinga kita. Acara syukuran sering dilakukan umat muslim dalam momen-momen tertentu seperti pernikahan, khitanan, pindah rumah, kesuksesan karir atau ulang tahun (milad). Biasanya diisi dengan acara makan-makan mengundang sahabat, mitra, tetangga, kerabat dan yang lainnya. Acara-acara itu merupakan symbol sebagaimana ucapan tahmid. Karena syukut yang sebenarnya adalah usaha untuk meningkatkan nilai tambah. Pada masa lalu kurban unta akan meningkatkan perekonomian yang berasal dari peternakan unta. Bukan hanya orang-orang miskin yang diuntungkan secara lahiriah, tapi juga para peternak hewan kurban.

Keuntungan yang diperoleh para penjual hewan kurban, sebagian dapat digunakan sebagai sedekah atau zakat dan sebagian lainnya digunakan untuk meningkatkan nilai bisnis hewan kurban. Ada siklus ekonomi umat yang dibangun melalui system pengurbanan hewan pada waktu Iedul Adha.
Dari berbagai sumber

Penulis
Abu Nafiza anggota MTT PDM subang-Jabar

No comments:

Post a Comment