Oleh: Fathurahman Kamal Lc,. M.S.I (Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah)
Setiap peradaban memiliki cara pandangnya yang khas terhadap yang wujud.Istilah populernya “worldview”, atau juga disebut paradigma. Tercatat sejumlah pemikir telah merumuskan beberpa pengertian umum terhadap worldview. Di antaranya, Ninian Smart. Ia mendefinisikan worldview sebagai kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral. Thomas F Wall mengatakan, Worldview adalah sistim kepercayaan dasar yang integral tentang diri kita, realitas, dan pengertian eksistensi (An integrated system of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of existence).
Secara khusus, beberapa pemikir muslim terkemuka memberikan pengertian sebagai berikut. Abul A’la Al-Mauwdudi, menyebutnya dengan istilah “Islami Nazariyat.” Yaitu pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab shahadah adalah pernyataan moral yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupannya secara menyeluruh. Sayyid Qutb menyatakannya dengan “al-Tasawwur al-Islami”yaitu, akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat di sebalik itu.
Lebih detail, Prof. Syed Naquib Al-Attas menjelaskan bahwa, Islam memiliki konsep worldview yang berbeda dengan peradaban-peradaban lainnya. Dalam Islam worldview bukanlah semata-mata pikiran mengenai alam fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya semata. Bukan pula berdasarkan spekulasi filosofis yang sebagian besar dirumuskan dari observasi data pengalaman inderawi, dari apa yang terlihat pada mata; maupun dibatasi pada kawn (alam), yang merupakan dunia pengalaman inderawi, dunia hal-hal ciptaan. Islām tidak mengakui dikotomi sakral dan profan; pandangan-dunia Islām meliputi al-dunyādan al-ākhirah, dimana aspek-dunyā harus terhubung secara mendalam dan tak terpisahkan dengan aspek-ākhirah, dan dimana aspek-ākhirah memiliki nilai mendasar (ultimate) dan penghabisan (final). Aspek-dunyāitu dilihat sebagai persiapan untuk aspek-ākhirah. Segala hal dalam Islām secara mendasar terfokus kepada aspek-ākhirah tanpa kemudian mengakibatkan perilaku lalai atau tidak peduli terhadap aspek dunyā. Maka, apa yang dimaksud dengan ‘pandangan-dunia’ (worldview), menurut perspektif Islām, adalah visi akan realitas dan kebenaran yang muncul di hadapan mata kesadaran yang mengungkapkan segala hal tentang eksistensi; karena pandangan-dunia merupakan dunia eksistensi dalam totalitasnya yang diproyeksikan Islām. Jadi, dengan ‘pandangan-dunia’ kita harus mengartikannya sebagai ru’yat al-islām li al-wujūd.
Lanjut Al-Attas, Visi Islāmi akan realitas dan kebenaran, yang merupakan investigasi metafisis dari apa yang nampak maupun yang tidak nampak termasuk perspektif akan kehidupan sebagai keseluruhan, bukanlah pandangan-dunia yang dibentuk hanya dengan mengumpulkan bersama-sama pelbagai objek, nilai, dan fenomena kultural ke dalam koherensi artifisial (sebuah koherensi yang tidak alamiah dalam pengertian alamiah yang dimaksud sebagai fiţrah. Koherensi demikian yang diproyeksikan sebagai pandangan-dunia pasti menjadi tergantung pada perubahan dengan keadaan yang berubah). Bukan pula sesuatu yang dibentuk secara bertahap melalui proses historis dan perkembangan spekulasi filosofis dan penemuan saintifik, yang pasti perlu dibiarkan samar dan terbuka-tanpa-akhir (open-ended) untuk perubahan di masa depan dan pergantian yang sejalan dengan paradigma yang berubah dalam korespondensi dengan keadaan yang berubah. Visi Islām akan realitas dan kebenaran bukanlah pandangan-dunia yang mengalami proses transformasi dialektik yang berulang-ulang sepanjang zaman, dari tesis kepada antitesis kemudian sintesis, dengan unsur-unsur masing-masing tahapan tersebut dalam proses sedang terserap menjadi yang lain, seperti sebuah pandangan-dunia berdasarkan sistem pemikiran yang asalnya berpusat pada tuhan (teo sentris), kemudian secara bertahap menjadi berpusat pada antroposentris, dan kini menjadi berpusat teo-antroposentris dan mungkin bergeser lagi membentuk tesis baru dalam proses dialektik.
Paparan terbaca di atas secara tegas meletakkan din atau wahyu sebagai pangkal dari keseluruhan cara pandang kita terhadap realitas dan jauh dari sikap meminggirkan peran Allah s.w.t. dalam kehidupan ini. Penulis lebih sreg menyebutnya sebagai pandangan yang tauhidik, tidak dikotomik dan parsial. Pandangan hidup berdasarkan pada kehendak Allah s.w.t. yang termaktub dalam ayat-ayatNya.
Muhammadiyah, sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar berspirit al-ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah, sejak awal kelahirannya secara tegas memposisikan Islam sebagai core pandangan hidupnya (al-tashwwur al-Islami). Pada penjelasan pokok pikiran pertama Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah “Hidup manusia harus berdasar Tauhid (mengesakan) Allah; ber-Tuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada Allah” disyarah sebagai berikut :
“Ajaran Tauhid adalah inti/esensi ajaran Islam yang tetap, tidak berubah-ubah, sejak agama Islam yang pertama sampai yang terakhir.وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ (Al-Anbiya’:25). Seluruh ajaran Islam bertumpu dan memanifestasikan kepercayaan tauhid. Berdasarkan Tauhid sepenuh-penuhnya dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, berarti berdasarkan Islam.”
“Kepercayaan Tauhid mempunyai tiga aspek; 1) kepercayaan dan keyakinan bahwa Allahlah yang kuasa mencipta, memlihara, mengatur dan menguasai alam semesta; 2)kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allahlah Tuhan yang Haq; dan 3) kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allahlah yang berhak dan wajib dihambai (disenbah). [Al-A’raf:54, Muhammad :19 dan Al-Isra’ :23].”
“Kepercayaan Tauhid membentuk dua kepercayaan/kesadaran ; 1) percaya akan adanya Hari Akhir, di mana manusia akan mempertanggunjawabkan hidupnya di dunia ini; dan 2) Sadar bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata untuk amal shaleh.”
“Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup an kehidupannya, manusia akan dapat menempatkan dirinya pada kedudukan yang sebenarnya, sesuai dengan sengaja Allah menciptakan manusia.”
“Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan dapat mempertahankan kemuliaan dirinya, tetap menjadi makhluk yang termulia, demikian juga sebaliknya. (Al-Tin:4-6).”
“Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan menjadikan seluruh hidup dan kehidupannya semata-mata untuk beribadah kepada Allah (beramal shaleh) guna mendapatkan keridlaanNya.”
Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) pada point 1-4 menegaskan sebagai berikut :
1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah s.w.t. untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khaifah Allah di muka bumi.
2) Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada RasulNya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad s.a.w. sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
3) Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan; Al-Qur’an, Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.; Sunnah Rasul, Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ; dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang; Aqidah, Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam; Akhlak, Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia; Ibadah ,Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia; Muamalah Duniawiyah, Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat dunyawiyah (pengelolaan dunia dan pembinaan masyarakat) berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Demikian pula dalam buku Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah dinyata- kan demikian : “Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah, Agama semua Nabi-nabi, Agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Agama yang menjadi petunjuk bagi manusia, Agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama, Agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam, Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah dan agama yang sempurna.”
“ Dengan beragama Islam maka setiap muslim memiliki dasar/landasan hidup Tauhid kepada Allah, fungsi/peran dalam kehidupan berupa ibadah, menjalankan kekhalifahan, dan bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT. Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan di dunia apabila benar-benar diimani, difahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam) secara total atau kaffah dan penuh ketundukan atau penyerahan diri. Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-sungguh itu maka terbentuk manusia muslimin yang memiliki sifat-sifat utama: kepribadian Muslim, kepribadian Mu’min, kepribadian Muhsin dalam arti berakhlak mulia dan kepribadian Muttaqin.”
…“Dalam kehidupan di dunia ini menuju kehidupan di akhirat nanti pada hakikatnya Islam yang serba utama itu benar-benar dapat dirasakan, diamati, ditunjukkan, dibuktikan, dan membuahkan rahmat bagi semesta alam sebagai sebuah manhaj kehidupan (sistem kehidupan) apabila sungguh-sungguh secara nyata diamalkan oleh para pemeluknya. Dengan demikian Islam menjadi sistem keyakinan, sistem pemikiran, dan sistem tindakan yang menyatu dalam diri setiap muslim dan kaum muslimin sebagaimana menjadi pesan utama risalah da’wah Islam.”
Dalam konteks strategi gerakan Muhammadiyah, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir, dalam bukunya Ideologi Gerakan Muhammadiyah, menulis beberapa komponen ideologis sebagai berikut :
1) Meyakini,memahami, mengamalkan, dan mengoperasionalisasikan Islam sebagai sistem ajaran, nilai, norma dan konsep yang kaffah (menyeluruh) dengan tuntutan berujud komitmen sikap yang pasti, istiqamah, cerdas, dan sepenuh hati sehingga menjadi pedoman bagi kehidupan umat pemeluknya dan diperluas kepada seluruh umat manusia menuju keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
2) Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam berkewajiban menjadikan Islam sebagai landasan, acuan, pedoman, dan orientasi seluruh gerakan dan aktivitasnya yang diwujudkan dalam dakwah amar ma’ruf nahi munkar baik ke dalam maupun ke luar di berbagai bidang kehidupan, sehingga Islam yang didakwahkan Muhammadiyah membawa rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh umat manusia.
3) Dalam mewujudkan Islam sebagai pedoman bagi kehidupan manusia maka Gerakan dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah secara menyeluruh itu haruslah dioperasionalisasikan atau diaktualisasikan dengan nyata melalui proses dan usaha yang tepat sasaran sehingga mencapai tujuan yang dicita-citakan yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
No comments:
Post a Comment