Tuesday, September 30, 2014

AL-QUR'AN Sebagai Media Dialog Rohani

Bagi seorang Muslim, dalam mrnghadapi kitab suci Al Qur'an dipakailah cara berpikir deduktif yakni bahwa AI-Qur'an adalah "benar" seratus persen dan menjadi "sumber kebenaran" yang perlu dijabarkan serta dipraktikkan berupa tampilan hidup sehari-hari mulai dari bangun tidur sampai masuk tidur lagi. Mengapa demikian? Berikut ini antara lain yang menjadi sebabnya.

Bahwa menurut keyakinan seorang Muslim, hidup ini perlu senantiasa dikaitkan dengan Tuhan, dalam hal ini Allah SwT. Keyakinan ini didasarkan keyakinan, bahwa manusia tidak lebih dari makhluk (sesuatu yang diciptakan) dan Penciptanya adalah Allah SwT. Karena sebagai makhluk ciptaan, maka merupakan sebuah kemestian kalau manusia taat dan patuh kepada Penciptanya, yaitu Allah SwT. Apakah kalau manusia mesti harus taat itu lalu ketaatannya sekedar "taat" begitu saja tanpa makna yang agung di belakangnya? Bahwa Allah SwT adalah Maha Kaya dan Maha Terpuji dan andaikata manusia tetap tidak mau bersyukur dan bahkan sampai kufur, yakni tidak mengakui adanya Allah SwT, maka sebenarnya Allah SwT tetap Maha Kaya dan Maha Terpuji (Qs. Luqman [31]:12). Dengan demikian kalau pihak manusia mau bersyukur dan mengakui adanya Allah SwT pada hakikatnya kemanfaatannya akan kembali kepada pihak manusia itu sendiri, bukan untuk Allah SwT. Bahwa Allah SwT ticlak memerlukan pemberian apa pun dari makhluk-Nya, terutama dari manusia (Qs. Luqman [31]: 12).

Bahwa Allah SwT di depan manusia adalah bersifat ghaib, dalam arti tidak dapat dideteksi atau dilacak keberadaan-Nya lewat peralatan fisik, seperti dengan memakai penglihatan (mata), pendengaran (telinga), pembauan (hidung), pencecapan (lidah), dan perabaan (kulit). Sementara itu, dalam setiap detiknya manusia perlu secara terus-menerus melakukan komunikasi ke hadirat Allah SwT clan bahkan dikatakan bahwa sebenarnya keberadaan Allah SwT itu teramat dekat dengan manusia yang cligambarkan lebih dekat daripada urat leher manusia itu sendiri (Qs. Al Waqi'ah [56]: 85 dan Qs. Qaf [50]:16). Lalu bagaimana caranya agar pihak manusia dapat langsung berkomunikasi ke hadiratAllah SwT.

Seperti tercermin dalam sifat Rahman-Rahim-Nya, Allah SwT berkenan Firman-Nya lewat pewahyuan kepada Nabi Muhammad saw diubah menjadi aksara/huruf yang terbaca. Dalam bahasa yang lebih sederhana Firman Allah SwT telah berubah menjadi aksara/huruf yang terbaca, yaitu Kitab Suci Al-Qur'an. Kalau Rasulullah saw dapat berkomunikasi dengan Allah SwT lewat malaikat Jibril, yaitu ketika proses menerima wahyu, justru umat Islam yang menjadi pengikut Rasulullah saw dapat langsung berkomunikasi dengan Allah SwT lewat Kitab Suci AI-Qur'an. Dalam kondisi apa saja umat Islam bisa komunikasi dengan membaca Al-Qur'an, dengan mencermati ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan dengan kepentingan dan memahami pesan-pesan yang termuat dalam ayat-ayat tersebut. Komunikasi langsung kepada Allah SwT ini bersifat kerohanian atau hidayah (0s, Al-Baqarah [2]: 2-3) yang wujudnya bisa berupa tangkapan pikiran yang jernih, temuan ilmu yang bermanfaat, kilatan-kilatan inspirasi yang positif, temuan cara-cara pemecahan masalah. pencerahan (hati merasa menclapat pencahayaan yang menyebabkan segala hal menjadi jelas), kemantapan (hati menjadi sangat stabil), keteduhan perasaan, dan ketenangan hati. Itulah sebabnya dalam Al-Qur'an ditegaskan bahwa Al-Qur'an itu menjadi obat (syifaa'un) dan rahmat (rahmatun) bagi orang yang beriman kepada hal-hal yang gaib (Qs. Al-Isra' [17]: 82).

Dalam ilmu Studi Tentang Agama-agama (the Study of Religious) dikatakan bahwa kokohnya keberadaan sesuatu agama, di samping ditentukan oleh kewibawaan tokoh pembawanya, juga sangat ditentukan oleh ketangguhan ajaran-ajaran yang dimuat dalam Kitab Suci agama bersangkutan. Kalau ajaran-ajaran yang dimuat dalam Kitab Suci agama tertentu tangguh (dalam arti ticlak cepat aus ketika menghadapi kemajuan zaman dan pikiran manusia sepanjang sejarah), dapat ditafsirkan ajaran-ajarannya di mana clan kapan saja, dan luwes (dapat diamalkan dalam segala kondisi, situasi, dan keperluan), maka agama yang memiliki Kitab Suci yang demikian itu dapat dipastikan akan berumur panjang dan lestari. Namun, kalau ketiga ciri ini tidak dimiliki sesuatu Kitab Suci, maka dapat diduga agama yang memiliki Kitab Suci semacam itu akan gampang goyah, berubah-ubah ajaran, dan dapat menjurus ke arah kemusnahan. 

Alhamdulillah, Kitab Suci Al-Qur'an dengan seterang-terangnya memiliki ketiga ciri tersebut, yaitu tangguh. senantiasa dapat ditafsiri, dan luwes pengamalannya (Qs, AI-Hijr [15]: 9). Kekuatan huruf, kosa kata, kalimat, dan pesan yang termuat dalam Al-Qur'an senantiasa sanggup menantang terhadap tantangan kemajuan manusia dalam kesejarahannya. baik di Timur maupun di Barat. Dewasa ini sekalipun mesin komputer telah sangat membantu kemajuan spektakuler umat manusia dalam hal ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi, baik dari segi jumlah/kuantitas maupun mutu kualitas, namun Al-Qur'an siap menantang terhadap seluruh bentuk tantangan kemajuan tersebut, apalagi dalam hal-hal yang menyangkut urusan kerohanian umat manusia. Oleh sebab itu, umat Islam yang dewasa ini berada di tengah-tengan hingar-bingarnya kesibukan zaman yang berkemajuan ini justru perlu berdialog rohani dengan Tuhan Pencipta langit dan bumi ini, yaitu Allah SwT lewat membaca, memahami. mengamalkan, dan menghayati isi pesan-pesan Al-Qur'an secara intensif. Kalau hal ini menjadi kebiasaan, betul-betul luar biasa.

Wallaahu a'lam bishshawab. 

Dr Mohammad Damami, MAg

No comments:

Post a Comment