Tuesday, September 30, 2014

AL-QUR'AN Sebagai Media Dialog Rohani

Bagi seorang Muslim, dalam mrnghadapi kitab suci Al Qur'an dipakailah cara berpikir deduktif yakni bahwa AI-Qur'an adalah "benar" seratus persen dan menjadi "sumber kebenaran" yang perlu dijabarkan serta dipraktikkan berupa tampilan hidup sehari-hari mulai dari bangun tidur sampai masuk tidur lagi. Mengapa demikian? Berikut ini antara lain yang menjadi sebabnya.

Bahwa menurut keyakinan seorang Muslim, hidup ini perlu senantiasa dikaitkan dengan Tuhan, dalam hal ini Allah SwT. Keyakinan ini didasarkan keyakinan, bahwa manusia tidak lebih dari makhluk (sesuatu yang diciptakan) dan Penciptanya adalah Allah SwT. Karena sebagai makhluk ciptaan, maka merupakan sebuah kemestian kalau manusia taat dan patuh kepada Penciptanya, yaitu Allah SwT. Apakah kalau manusia mesti harus taat itu lalu ketaatannya sekedar "taat" begitu saja tanpa makna yang agung di belakangnya? Bahwa Allah SwT adalah Maha Kaya dan Maha Terpuji dan andaikata manusia tetap tidak mau bersyukur dan bahkan sampai kufur, yakni tidak mengakui adanya Allah SwT, maka sebenarnya Allah SwT tetap Maha Kaya dan Maha Terpuji (Qs. Luqman [31]:12). Dengan demikian kalau pihak manusia mau bersyukur dan mengakui adanya Allah SwT pada hakikatnya kemanfaatannya akan kembali kepada pihak manusia itu sendiri, bukan untuk Allah SwT. Bahwa Allah SwT ticlak memerlukan pemberian apa pun dari makhluk-Nya, terutama dari manusia (Qs. Luqman [31]: 12).

Bahwa Allah SwT di depan manusia adalah bersifat ghaib, dalam arti tidak dapat dideteksi atau dilacak keberadaan-Nya lewat peralatan fisik, seperti dengan memakai penglihatan (mata), pendengaran (telinga), pembauan (hidung), pencecapan (lidah), dan perabaan (kulit). Sementara itu, dalam setiap detiknya manusia perlu secara terus-menerus melakukan komunikasi ke hadirat Allah SwT clan bahkan dikatakan bahwa sebenarnya keberadaan Allah SwT itu teramat dekat dengan manusia yang cligambarkan lebih dekat daripada urat leher manusia itu sendiri (Qs. Al Waqi'ah [56]: 85 dan Qs. Qaf [50]:16). Lalu bagaimana caranya agar pihak manusia dapat langsung berkomunikasi ke hadiratAllah SwT.

Seperti tercermin dalam sifat Rahman-Rahim-Nya, Allah SwT berkenan Firman-Nya lewat pewahyuan kepada Nabi Muhammad saw diubah menjadi aksara/huruf yang terbaca. Dalam bahasa yang lebih sederhana Firman Allah SwT telah berubah menjadi aksara/huruf yang terbaca, yaitu Kitab Suci Al-Qur'an. Kalau Rasulullah saw dapat berkomunikasi dengan Allah SwT lewat malaikat Jibril, yaitu ketika proses menerima wahyu, justru umat Islam yang menjadi pengikut Rasulullah saw dapat langsung berkomunikasi dengan Allah SwT lewat Kitab Suci AI-Qur'an. Dalam kondisi apa saja umat Islam bisa komunikasi dengan membaca Al-Qur'an, dengan mencermati ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan dengan kepentingan dan memahami pesan-pesan yang termuat dalam ayat-ayat tersebut. Komunikasi langsung kepada Allah SwT ini bersifat kerohanian atau hidayah (0s, Al-Baqarah [2]: 2-3) yang wujudnya bisa berupa tangkapan pikiran yang jernih, temuan ilmu yang bermanfaat, kilatan-kilatan inspirasi yang positif, temuan cara-cara pemecahan masalah. pencerahan (hati merasa menclapat pencahayaan yang menyebabkan segala hal menjadi jelas), kemantapan (hati menjadi sangat stabil), keteduhan perasaan, dan ketenangan hati. Itulah sebabnya dalam Al-Qur'an ditegaskan bahwa Al-Qur'an itu menjadi obat (syifaa'un) dan rahmat (rahmatun) bagi orang yang beriman kepada hal-hal yang gaib (Qs. Al-Isra' [17]: 82).

Dalam ilmu Studi Tentang Agama-agama (the Study of Religious) dikatakan bahwa kokohnya keberadaan sesuatu agama, di samping ditentukan oleh kewibawaan tokoh pembawanya, juga sangat ditentukan oleh ketangguhan ajaran-ajaran yang dimuat dalam Kitab Suci agama bersangkutan. Kalau ajaran-ajaran yang dimuat dalam Kitab Suci agama tertentu tangguh (dalam arti ticlak cepat aus ketika menghadapi kemajuan zaman dan pikiran manusia sepanjang sejarah), dapat ditafsirkan ajaran-ajarannya di mana clan kapan saja, dan luwes (dapat diamalkan dalam segala kondisi, situasi, dan keperluan), maka agama yang memiliki Kitab Suci yang demikian itu dapat dipastikan akan berumur panjang dan lestari. Namun, kalau ketiga ciri ini tidak dimiliki sesuatu Kitab Suci, maka dapat diduga agama yang memiliki Kitab Suci semacam itu akan gampang goyah, berubah-ubah ajaran, dan dapat menjurus ke arah kemusnahan. 

Alhamdulillah, Kitab Suci Al-Qur'an dengan seterang-terangnya memiliki ketiga ciri tersebut, yaitu tangguh. senantiasa dapat ditafsiri, dan luwes pengamalannya (Qs, AI-Hijr [15]: 9). Kekuatan huruf, kosa kata, kalimat, dan pesan yang termuat dalam Al-Qur'an senantiasa sanggup menantang terhadap tantangan kemajuan manusia dalam kesejarahannya. baik di Timur maupun di Barat. Dewasa ini sekalipun mesin komputer telah sangat membantu kemajuan spektakuler umat manusia dalam hal ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi, baik dari segi jumlah/kuantitas maupun mutu kualitas, namun Al-Qur'an siap menantang terhadap seluruh bentuk tantangan kemajuan tersebut, apalagi dalam hal-hal yang menyangkut urusan kerohanian umat manusia. Oleh sebab itu, umat Islam yang dewasa ini berada di tengah-tengan hingar-bingarnya kesibukan zaman yang berkemajuan ini justru perlu berdialog rohani dengan Tuhan Pencipta langit dan bumi ini, yaitu Allah SwT lewat membaca, memahami. mengamalkan, dan menghayati isi pesan-pesan Al-Qur'an secara intensif. Kalau hal ini menjadi kebiasaan, betul-betul luar biasa.

Wallaahu a'lam bishshawab. 

Dr Mohammad Damami, MAg

Muhammadiyah Kota Mojokerto Tolak Konser Band NOAH

Sang Pencerah - Konser Band NOAH yang akan digelar di Lapangan Surodinawan, Kota Mojokerto terancam dibatalkan. Itu dikarenakan beberapa elemen masyarakat melakukan protes keras atas rencana diselenggarakannya konser band yang digawangi oleh Ariel, mantan vokalis Peterpan yang beberapa waktu lalu terkena kasus video asusila.

Pasalnya, konser tersebut yang akan digelar pada Jum'at (3/10/2014) berbarengan dengan malam takbiran bagi yang melaksanakan hari raya Idul Adha hari Sabtu.

Protes keras disuarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Mojokerto "Kebetulan Muhamamdiyah menetapkan hari raya pada Sabtu tapi kita telah menyampaikan keberatan dihadapan kepolisian kepada penyelenggara" Protes Imam Subagya, Ketua PDM Kota Mojokerto

Sementara itu Wali Kota Mojokerto, Mas'ud Yunus menyampaikan, "Kita langsung menyiapkan edaran edaran setelah tahu Muhammadiyah merayakan Idul Adha pada 4 Oktober 2014. Surat edaran tersebut melarang tempat-tempat hiburan termasuk karaoke buka diatas pukul 18.00 WIB pada tanggal 3, 4 dan 5 Oktober". Ujarnya (zuh)

Kalender Islam Internasional dan Problem Mendasar Perbedaan Jatuhnya Puasa Arafah

Kalender Islam Internasional dan Problem Mendasar Perbedaan Jatuhnya Puasa Arafah

Oleh: Niki Alma Febriana Fauzi (Alumni Pondok Pesantren Madrasah Wathoniyah Islamiyah (MWI) Kebarongan dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta

Pada bulan Dzulhijah tahun ini (1435 H/2014 M) kemungkinan besar akan terjadi perbedaan di tengah-tengah umat Islam dalam menjatuhkan tanggal untuk perayaaan hari raya Idul Adha. Hal ini otomatis juga akan membawa kita pada konsekuensi perbedaan dalam melaksanakan puasa Arafah, ibadah puasa sunah yang dalam keterangan hadis dijelaskan balasan bagi orang yang mengerjakan akan dihapuskan oleh Allah dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.

Muhammadiyah yang sejak jauh-jauh hari mengeluarkan maklumat terkait jatuhnya awal bulan-bulan baru khususnya bulan ibadah telah menetapkan bahwa hari raya Idul Adha 1435 H akan jatuh pada hari Sabtu, 4 Oktober 2014 (puasa Arafah: 3 Oktober) dengan menggunakan metode Hisab. Sementara pemerintah dan ormas-ormas Islam yang lain masih harus menunggu keputusan sidang isbat pada tanggal 24 September 2014. Meski masih belum ditetapkan oleh pemerintah, tapi secara astronomis ketetapan pemerintah itu dapat diprediksi melalui data astronomis yang ada. Pada saat ijtimak Dzulhijah 1435 yang terjadi pada hari Rabu, 24 September 2014 pukul 13:15:45 WIB tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta adalah (φ = -07⁰ 48’ dan λ = 110⁰ 21’ BT) = +0⁰ 30’ 04’’. Artinya, menurut kriteria Muhammadiyah meskipun tinggil hilal masih sangat rendah tapi sejatinya hilal sudah wujud dan berarti pada sore hari itu ketika terbenam matahari dan keesokan harinya bulan baru sudah masuk. Berbeda dengan kriteria Imkanur Rukyat yang dipegangi pemerintah, di mana harus ada syarat tinggi bulan minimal 2 derajat. Jika pemerintah konsisten dengan kriteria yang dipeganginya, maka secara kaidah astronomis pada sore hari tanggal 24 September 2014 dan keesokan harinya bulan baru belum akan dimulai, walaupun ada orang yang mengklaim telah melihat hilal pada saat terbenam matahari sore itu. Bulan Dzulhijah menurut kriteria pemerintah baru akan dimulai tanggal 26 Septermber 2014 dan oleh karenanya hari raya Idul Adha akan jatuh pada tanggal 5 Oktober 2014 (puasa Arafah: 4 Oktober).

Di Arab Saudi, menurut data yang penulis dapatkan, pada tanggal 24 September 2014 tinggi hilal juga masih sangat rendah, yaitu kira-kira di bawah satu derajat. Jikapun di Arab Saudi rukyat akan dilakukan dengan menggunakan bantuan teleskop, maka kemungkinan hilal akan terlihat masih sangat sulit. Apalagi bila rukyat dilakukan hanya menggunakan mata telanjang. Inilah yang menjadikan penulis cukup yakin bahwa di Arab Saudi nanti bulan Dzulhijah baru akan dimulai tanggal 26 September 2014, dan Idul Adha akan jatuh pada tanggal 5 Oktober 2014 (puasa Arafah: 4 Oktober).

Dari penjelasan di atas kita dapat memprediksi bahwa perayaan hari raya Idul Adha 1435 H kemungkinan besar akan terjadi perbedaan. Masalah yang muncul di tengah masyarakat kemudian adalah tentang kapan waktu pelaksanaan puasa Arafah? Apakah pada tanggal 9 Dzulhijah di setiap negara, meskipun itu berbeda dengan Arab Saudi? atau pada saat jamaah haji sedang wukuf di Arafah, tanpa perlu memusingkan di negara lain tanggal berapa? Pertanyaan itu mulai banyak muncul di tengah masyarakat hari ini. Mereka resah bila nanti harus melaksanakan puasa Arafah berbeda dengan Arab Saudi. Di kampung Nitikan Baru, di mana penulis sekarang tinggal, sudah banyak jamaah yang bertanya-tanya terkait masalah ini.

Menurut pembacaan penulis terhadap beberapa sumber, setidaknya ada dua pendapat terkait puasa Arafah itu kapan dilaksanakan. Pendapat pertama mengatakan bahwa kita umat Islam yang tidak melaksanakan haji disunahkan untuk melaksanakan puasa pada saat jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah. Dengan kata lain, pendapat pertama ini mengidentikkan sekaligus mengaitkan puasa Arafah itu dengan pelaksaan wukuf di Arafah. Bila jamaah haji di Arafah melaksanakan wukuf hari ini, maka di hari yang sama pula kita umat Islam yang tidak berhaji disunahkan melaksanakan puasa. Sementara pendapat kedua mengatakan bahwa puasa Arafah adalah puasa sunah pada tanggal 9 Dzulhijah. Jadi, mau sama atau tidak dengan pelaksanaan wukuf di Arafah, puasa Arafah menurut pendapat ini adalah dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijah menurut penanggalan setempat atau negara masing-masing.

Puasa Arafah sejatinya adalah puasa sunah yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijah di saat jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah. Menurut hemat penulis, selain puasa Arafah itu identik dan terkait dengan pelaksanaan wukuf di Arafah, puasa ini juga harus dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijah. Jadi sesungguhnya kedua pendapat tersebut tidak bisa dipahami secara terpisah. Di saat yang sama puasa Arafah selain harus dilaksanakan tanggal 9 Dzulhijah, juga pelaksanaannya harus berbarengan dengan wukuf di Arafah. Di sinilah kemudian muncul problem pelaksanaan puasa Arafah ketika misalnya di satu sisi di suatu belahan bumi sudah masuk tanggal 9 Dzulhijah, tetapi di Arafah belum dilaksanakan wukuf karena memang di sana belum masuk tanggal 9 Dzulhijah.

Problem Mendasar Perbedaan Jatuhnya Puasa Arafah
Kedua pendapat tentang kapan dilaksanakannya puasa Arafah sebagaimana disebutkan di atas sesungguhnya tidak memecahkan problem utama terkait masalah perbedaan jatuhnya puasa Arafah. Pendapat-pendapat itu hanya menenangkan sejenak perasaan umat Islam yang mengalami perbedaan jatuhnya pelaksanaan puasa Arafah. Prof. Dr. Syamsul Anwar, seorang guru besar UIN Sunan Kalijaga yang juga menjadi Ketua Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengatakan bahwa problem utama yang mengakibatkan perbedaan jatuhnya puasa Arafah sesungguhnya ada pada tempat lain, yaitu tidak adanya kalender Islam internasional yang mampu menyatukan seluruh agenda umat Islam yang ada di dunia, termasuk dalam hal ini agenda pelaksanaan ritual ibadah. Ironis memang, ketika usia peradaban Islam yang hampir menyentuh angka 1,5 milenium, masih saja umat Islam ini belum memiliki kalender Islam pemersatu. Kalender Islam pemersatu artinya satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Tidak adanya kalender Islam internasional ini mengakibatkan semacam kekacauan pengorganisasian waktu umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam di suatu tempat di belahan bumi tertentu, misalnya, harus melaksanakan momen keagamaan berbeda dengan umat Islam di belahan bumi yang lain pada tahun-tahun tertentu. Ini tentu menjadikan problem tersendiri di tengah umat. Belum lagi jika kita berbicara citra Islam di tengah masyarakat dunia. Umat Islam bisa jadi dituding sebagai umat yang selalu tidak bisa bersatu, hanya karena perbedaan momen-momen keagamaan.

Idris ibn Sari, Presiden Asosiasi Astronomi Maroko, mengatakan bahwa salah satu penyebab utama yang menjadi penghambat terbesar bagi terwujudnya kalender Islam internasional adalah karena sebagian besar umat Islam sampai hari ini masih saja berpegang teguh kepada rukyat. Mereka tidak menyadari bahwa selama umat Islam masih menjadikan rukyat sebagai metode dalam menentukan awal bulan, maka selama itu pula peradaban Islam akan menjadi peradaban yang tak memiliki sistem waktu yang baik dan reliabel. Hal ini karena rukyat tidak akan bisa dijadikan acuan untuk membuat kelender. Selain pada setiap bulan mata kita harus menengadah ke langit untuk melihat apakah bulan baru sudah masuk atau belum, rukyat menurut Syamsul Anwar juga tidak bisa meliputi seluruh muka bumi pada visibilitas pertamanya, sehingga hal tersebut akan menjadikan bumi terbelah menjadi dua; antara yang dapat merukyat dan yang tidak. Itulah beberapa kelemahan rukyat. Dulu Rasulullah memang menggunakan rukyat dalam menentukan awal bulan, tapi hari ini rukyat tidak dapat dijadikan lagi pegangan karena akan banyak problem umat yang tidak dapat terpecahkan. Satu dari sekian banyak problem yang tidak mungkin terpecahkan itu adalah tidak mungkinnya umat Islam memiliki kalender Islam internasional selama umat Islam masih berpegang teguh pada rukyat. Yang berarti umat Islam akan selalu berbeda dalam melaksanakan momen-momen keagaamaan pada tahun-tahun tertentu. Nampaknya kita semua harus legowobahwa satu-satunya cara untuk mewujudkan kalender Islam internasional adalah dengan menerima hisab sebagai metode penentuan awal bulan. Ini bukan soal Muhammadiyah atau tidak, karena hisab jika hanya dilakukan pada wilayah lokal saja juga tidak akan bisa menyatukan jatunya awal bulan baru serentak di seluruh kawasan muka bumi. Tapi paling tidak, sebagaimana dikatakan Syamsul Anwar, hisab tidak seperti rukyat. Ia memberi peluang bagi kemungkinan penyatuan sistem penanggalan Islam global, sehingga problem perbedaan jatuhnya puasa Arafah juga akan hilang dengan sendirinya.

Kalender Islam Internasional dan Hutang Peradaban

Pada acara Halaqah Nasional Ahli Hisab dan Fikih Muhammadiyah yang diadakan Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 9 dan 10 september 2014 lalu, seorang narasumber dari Malaysia, Prof. Dr. Tono Saksono menyajikan sebuah makalah yang sangat menarik. Beliau mangaitkan masalah astronomi tentang kalender Islam internasional yang tidak dimiliki umat Islam saat ini dengan aspek ekonomi. Menurutnya sikap umat Islam yang memilih untuk tidak memiliki kalender Islam internasional mengakibatkan hutang peradabaan yang semakin lama kian menumpuk. Selama ini umat Islam terkesan sudah puas dengan menggunakan kalender Gregorian dalam masalah-masalah muamalahnya (pendidikan, perdagangan, sosial-politik, dan lain-lain). Sementara dalam masalah ibadah, umat Islam tak habis-habisnya selalu bertikai terkait perbedaan jatuhnya momen-momen kegamaan mereka. Tono Saksono dalam makalahnya membuktikan bahwa anggapan problem penggunaan kalender Gregorian hanyalah problem muamalah sama sekali tidak benar. Mengabaikan penggunaan kalender Islam dalam praktek ekonomi sehari-hari ternyata memiliki konsekuensi syariah yang sangat serius. Akibat penggunaan kalender Gregorian dalam praktek ekonomi umat Islam sekarang ini telah menyebabkan akumulasi kekurangan pembayaran zakat yang sangat besar. Karena kalender Islam sebetulnya sekitar 11,5 hari lebih pendek, penggunaan kalender Gregorian pada sistem akuntansi bank syariah dan bisnis umat Islam yang lain mengalami potensi kekurangan pembayaran zakat sebesar 3 % per tahun. Ini berarti, pada setiap tiga puluh tahun operasi bisnis umat Islam, akan terdapat zakat yang tak terbayar sekitar satu tahun. Penelitian Tono Saksono ini tentu mencengangkan kita semua. Ini menjadi PR besar bagi kita umat Islam. Mendesaknya penyatuan kalender Islam bukan sekadar kepentingan kelompok-kelompok tertentu saja, tapi ini demi hutang peradaban Islam yang harus segera terbayarkan dan tentunya demi kemaslahatan yang lebih besar. Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

Berbagi Rasa Membesarkan Muhammadiyah di Ngawi

 
Suatu ketika, saya membayangkan bertemu dengan Kyai Dahlan, pendiri persyarikatan tercinta ini. Setelah saya mengucap salam dan dijawabnya, seraya beliau bertanya: Sebagai pimpinan Muhammadiyah, sudahkan anda menghidup-hidupi Muhammadiyah? Berapa banyak hartamu yang telah engkau infaqkan? Berapa lama waktumu untuk mengurus persyarikatan ini?, Berapa banyak sekolah yang anda dirikan? Berapa banyak rumah sakit anda bangun? Sudahkan anda mencerahkan umat? Bagaimana anda menggerakkan jama’ah untuk menegakkan Al-Islam, menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, demi terwujudnya masyarakat muslim yang sebenar-benarnya?. Sederetan pertanyaan itu baru sebagian dari banyak pertanyaan lain dari beliau, yang ternyata semuanya tidak mampu saya jawab. Saya merasa malu dengan diri sendiri, karena merasa belum berbuat apa-apa terhadap keberhasilan cita-citanya, yang tidak lain adalah cita-cita Muhammadiyah. Barangkali diantara kita malah sudah mampu menjawab jauh sebelum ditanyakan, karena sudah merasa berbuat banyak untuk membesarkan persyarikatan ini. Wallahu a’lam.
                Dari rasa malu tersebut, kemudian saya coba untuk berfikir secara jernih penuh kejujuran pada diri sendiri. Jika PDM periode 2010-2015 ini adalah hasil musyda ke-9, itu berarti bahwa Muhammadiyah di Ngawi secara de facto maupun de yure sudah didirikan dan dibangun selama 45 tahun yang lalu. PDM peride pertama barangkali baru mampu mengenalkan soal nama Muhammadiyah, atau bahkan mengenalkan dengan rasa malu-malu ataupun sembunyi-sembunyi, karena situasi sosial politik saat itu yang sama sekali belum memberikan ruang untuk Muhammadiyah. Peride ke-dua mungkin sudah meningkat ada amal usaha kajian islam, meskipun terbatas pada internal pimpinan. Demikian seterusnya, hingga PDM pada periode selanjutnya. Pada zamannya masing-masing kita semua meyakini bahwa mereka telah berupaya keras dengan sekuat tenaga membesarkan Muhammadiyah. Dan hasilnya sebagaimana yang kita lihat dan rasakan hingga sekarang ini.
                Usia 45 tahun adalah usia produktif paling akhir menjelang usia tua, dan sebentar lagi memasuki usia senja serta manula, untuk ukuran manusia. Demikian pula usia Muhammadiyah di Ngawi. Kemudian, hal-hal produktif apakah yang telah kita hasilkan selama ini? Mengatakan keberhasilan akan memacu motivasi diri untuk berbuat lebih produktif lagi, dengan catatan tidak diniatkan untuk takabur. Sedangkan meratapi kegagalan biasanya menjadikan diri kita pesimistis atau bahkan menjadi patah arang. Berikut akan saya sampaikan beberapa hal produktif yang telah mampu kita bangun bersama. Selain dimaksudkan untuk mawas diri, barangkali dapat dipakai sebagai jawaban atas pertanyaan Kyai Dahlan di depan, dalam persepektif intuitif guna memacu motivasi semata.
  1. Terbukanya hubungan antar struktural-ortom-AUM yang lebih familiar dan harmonis dalam semangat ke-Muhammadiyahan. Sebagai contoh, dahulu, untuk pergantian kepala sekolah hampir semua proses diwarnai dengan “pertengkaran” antar personal yang masing-masing merasa memiliki hak untuk menjadi kepala sekolah. Bahkan, kepala sekolah yang lama seakan berupaya mempertahankan jabatannya selama-lamanya, hingga proses pergantian tersebut tidak perlu ada. Pada era sekarang, semua proses sangat terbuka, tidak tabu, calon pengganti berani menyatakan siap, dan yang diganti legowo dengan berhias senyum penuh keikhlasan. Suatu ketika, saya datang silaturrahim ke TK ABA bertemu dengan ibu guru. Yang terjadi adalah, kedatangan saya disambut dengan perasaan aneh seperti saya telah melakukan hal yang tidak wajar. Ibu guru seraya bertanya, ketua PDM kok ngurus TK ABA, apa kaitannya? Memang sama sekali tidak ada yang salah dalam permasalahan ini, tetapi semua diantara kita meski harus terpelajarkan. Ketika itu saya upayakan untuk mencerahkan tanpa harus marah. Kira-kira, memakai pendekatan Al-hanafiatush shamkhah, berprinsip tetapi bisa kompromi. Ibu guru TK tersebut adalah warga Muhammadiyah, dan saya merasa wajib untuk silaturrahim dengan warga Muhammadiyah siapapun, kapanpun dan dimanapun, bukan mengurus TK-nya. Alhamdulillah, sekarang semuanya biasa-biasa saja, dan perasaan tabu yang dahulu kini telah berubah, subkhanallah.
  2. Kelahiran pontren ULIL ALBAB-2 di Desa Pakah. Kita sama-sama ingat saat itu bahwa sebagian warga kita teraniaya oleh orang lain, yang tidak perlu diketahui apa sebab musababnya.  Yang pasti kemudian adalah bahwa Muhammadiyah menerima ananah lahan dakwah baru penuh tantangan. Puluhan kali pimpinan dan semua unsur rapat dan diskusi ternyata lahirlah suatu ide cemerlang dari pimpinan-pimpinan, tokoh-tokoh dan kalangan muda Muhammadiyah yang semuanya cerdas penuh semangat,  yaitu ide perlunya didirikan pondhok pesantren di desa itu. Semua unur PDM bergerilya bahu membahu dengan PCM serta unsur lain untuk mencari calon santri dari seluruh pelosok desa di Ngawi. Begitu cemerlangnya gagasan itu, dan Alhamdulillah seperti yang kita saksikan sekarang ini bahwa calon pengganti pimpinan Muhammadiyah di Ngawi sedang dipersiapkan dan digodhok di pontren itu. Kembali kepada pertanyaan Kyai Dahlan di depan, mari masing-masing kita mencoba menjawab, seberapa besar andil anda dalam keberhasilan ini? Jika merasa sudah maka mari kita tingkatkan, namun jika merasa belum berbuat apa-apa sesungguhnya masih terbentang luas kesempatan.
  3. Kelahiran BTM Bagaskara dan SULI 5. Tatkala Muhammadiyah daerah lain sedang sibuk menghitung harta kekayaan persyarikatan sebagai sarana dakwah pencerahan, kita justru belum berfikir akan pentingnya dakwah ekonomi, bahkan mimpipun tidak. Menyadari hal demikian, semua unsur pimpinan dan tokoh-tokoh pemikir Muhammadiyah di Ngawi mencoba merintisnya dengan dua amal usaha sekaligus, yaitu BTM Bagaskara dan AMDK SULI 5. Hingga saat ini, kedua AUM tersebut berkembang cukup bagus, tentu saja atas dukungan kita semua. Jika AUM ekonomi ini kita pandang sebagai suatu keberhasilan, mari kita coba jawab kembali pertnayaan Kyai Dahlan di depan. Biarkan saja orang bicara dan berpendapat, yang pasti masing-masing dari kita hendaknya bertanya pada diri sendiri seberapa besar telah ikut berperan, terutama yang mengaku sebagai pimpinan. Setiap diri kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin kelak pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.   
  4. Gedung Dakwah Muhammadiyah. Pimpinan pendahulu kita di masa lampau sangat merindukan tempat ini, gedung ini, sebagai sarana dakwah. Mereka semua telah memulai merintis pada zamannya, telah memulai, telah mengupayakan, dan kebetulan era kita sekarang ini mampu mewujudkan secara nyata. Maka dari itu, gedung ini adalah monumental karena telah dicita-citakan cukup lama. Kita semua berharap bahwa dengan berdirinya bangunan bergengsi ini, semangat dakwah amar ma’ruf nahi mungkar kita semakin meningkat. Jika kita mau jujur, sesungguhnya tidak ada yang mustahil bagi organisasi besar seperti Muhammadiyah. Dana milyaran rupiah untuk membangun gedung ini, siapapun tidak pernah mimpi akan mampu memiliki duit sejumlah itu. Nyatanya, kita bisa ujudkan. Sebab, kita ini besar, kita ini jama’ah,  kita ini ikhlas beramal. Masalahnya sekarang adalah, mampukah kita terus membesarkan Muhammadiyah dengan adanya tambahan fasilitas ini? Insya Allah. Keberhasilan ini hendaknya juga harus kita jadikan moment untuk menjawab pertanyaan Kyai Dahlan.  Sudahkan masing-masing kalian berbuat untuk keberhasilan ini? Jika belum, mulailah! Dan jika sudah, teruslah berbuat dan berilah manfaat, karena sesungguhnya  khairunnaas anfauhum li naas.
Sekali lagi, apapun keberhasilan yang mampu kita raih, mari kita syukuri sebagai keberhasilan bersama. Contoh tersebut di atas barulah sebagian dari semua yang telah kita perjuangkan di medan dakwah. Masih banyak hal lain yang menunggu buah pikiran kita, menunggu uluran tangan kita, dan menunggu amaliah kita. Berbuatlah seperti matahari-lambang milik Muhammadiyah itu kata Kyai Dahlan. Matahari itu ikhlas memberi dan tidak harap kembali, memberi manfaat bagi siapapun tanpa pernah diminta, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga orang lain mau berbuat apa saja yang seharusnya dibuat dengan kesadarannya sendiri. Syangnya, masih cukup banyak diantara kita yang baru bisa ngomong namun belum mampu mengamalkan, hebat dikala berpendapat dalam forum rapat, namun belum mampu berbuat. Kita belum bisa seperti matahari, dan Kyai Dahlan pun pasti akan tersenyum meskipun disertai istighfar.
Semoga bermanfaat.

Oleh: Gunadi Ash Cidiq

Mari Menyambut Gerhana Bulan Total 14 Dzulhijjah


Oleh: Saifuddin Zuhri (PW IPM Jawa Timur; Anggota Surabaya Astronomi Club)

Credit: langit selatan
Sang Pencerah - Fenomena langka gerhana bulan total akan terjadi di langit Indonesia beberapa hari setelah hari raya Idul Adha. Selain Indonesia wilayah yang akan bisa menyaksikan fenomena ini adalah Amerika Utara, Amerika Selatan, Samudra Pasifik, Negara-Negara Asia Timur, Australia.

Gerhana Bulan Total pada tanggal 8 Oktober 2014 (seri saros 127) merupakan fenomena alam yang terjadi ketika matahari, bumi dan bulan berada dalam satu garis lurus di tata surya sehingga gerhana pasti terjadi ketika bulan pada fase oposisi (purnama). Sebelum puncak gerhana bulan total ini akan didahului dengan gerhana penumbra dan gerhana sebagian.

Bagi yang berada di wilayah Indonesia bagian barat (WIB), mulai gerhana bulan penumbra = 15.14 WIB; mulai gerhana sebagian = 16.14 WIB; mulai gerhana total = 17.24 WIB, puncak gerhana total = 17.54, gerhana sebagian berakhir = 18.24 WIB, gerhana sebagian berakhir = 19.34 WIB, gerhana penumbra berakhir = 20.35 WIB

Bagi yang berada di wilayah Indonesia bagian tengah (WITA), mulai gerhana bulan penumbra = 16.14 WIB; mulai gerhana sebagian = 17.14 WIB; mulai gerhana total = 18.24 WIB, puncak gerhana total = 18.54, gerhana sebagian berakhir = 19.24 WIB, gerhana sebagian berakhir = 20.34 WIB, gerhana penumbra berakhir = 21.35 WIB

Bagi yang berada di wilayah Indonesia bagian tengah (WIT), mulai gerhana bulan penumbra = 17.14 WIB; mulai gerhana sebagian = 18.14 WIB; mulai gerhana total = 19.24 WIB, puncak gerhana total = 19.54, gerhana sebagian berakhir = 20.24 WIB, gerhana sebagian berakhir = 20.34 WIB, gerhana penumbra berakhir = 22.35 WIB.

Credit: Eclipse NASA

Tuntunan Syar'i Gerhana Menurut Muhammadiyah.
Jamaah Muhammadiyah, jauhi tradisi adat yang berkenaan dengan gerhana yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Selain itu mari bersama-sama para jamaah untuk mendirikan sholat gerhana secara berjamaah di masjid-masjid terdekat. Kapan waktunya? menurut panduan hisab Muhamamdiyah (link download pedoman hisab muhammadiyah.pdf), sholat gerhana dilaksanakan saat gerhana berlangsung. Khusus di sebagian wilayah Indonesia karena awal gerhana bulan berlangsung saat bulan belum terbit (dibawah horizon), maka sholat bisa dilaksanakan ba'da maghrib.

Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan, gunakanlah teleskop dan binokuler untuk melihat bagaimana gerhana bulan sedang berlangsung. Lalu abadikan dan dokumentasikan moment gerhana tersebut berupa gambar atau video. Dan edukasilah para jamaah tentang bagaimana proses gerhana bulan total bisa terjadi secara sains dan ilmu astronomi sehingga para jamaah semakin mengenal akan tanda-tanda kekuasan Allah. Setuju?Wallahu'alam. (SP/zuhri)

Bupati Maros Tidak Ikut Keputusan Pemerintah tentang Idul Adha

Bupati Maros Hatta Rahman
Maros - Bupati Maros Hatta Rahman menegaskan Pemkab Maros akan merayakan hari raya Idul Adha pada Sabtu (4/10/2014). 
Salat id dipusatkan di Lapangan Pallantikang Maros. Keputusan tersebut berbeda dengan Hari Idul Adha yang ditetapkan pemerintah pusat pada Minggu (5/10/2014).

"Kami telah melakukan kajian dengan Kepala Kementerian Agama Maros dan tokoh masyarakat. Hasilnya kami akan melaksanakan salat Idul Adha pada Sabtu tanggal 4 Oktober sesuai dengan waktu wukuf di Arab Saudi yakni pada Jumat (3/10/2014)," ujar Hatta Senin (29/9/2014).
Hatta menambahkan, bumi yang dipijak warga Arab Saudi sama dengan bumi yang dipijak warga Maros. Perbedaan waktu antara Arab Saudi dan Maros hanya terpaut lima jam, jadi tidak ada alasan untuk berbeda dengan Arab Saudi.

Kepala Kementerian Agama Kabupaten Maros, Syamsuddin, MAg, mengaku siap mengikuti jadwal salat Idul Adha yang ditetapkan Pemkab Maros. [tribuntimur]

Muhammadiyah Dorong Generasi Muda Jadi Pengusaha

Magelang – Muhammadiyah mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk menekuni dunia kewirausahaan dengan terus belajar dan memanfaatkan setiap peluang pasar baik tingkat lokal, nasional, maupun global. 
 
“Persaingan dalam berwirausaha sesuatu yang wajar dan justru harus dijadikan motivasi untuk memberikan sesuatu yang terbaik dalam setiap bidang usaha yang dilakukan masyarakat, termasuk generasi muda,” kata Wakil Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Maaruf seperti dikutip Antara, Senin (29/9/2014).

Ia mengatakan hal itu pada pelatihan dan loka karya kewirausahaan yang diselenggarakan Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Magelang di Aula Rektorat Kampus II Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM) di Jalan Mayjend Bambang Soegeng, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Beberapa persoalan yang sering mengakibatkan usaha dan bisnis mengalami kegagalan, katanya, antara lain pelaku kurang ulet atau mudah putus asa, kurang inisiatif dan kreatif, tidak jujur, dan tidak tepat janji.

Selain itu, katanya, pelayanan kepada konsumen kurang memuaskan dan kurang menangkap secara baik tentang selera konsumen.

“Masyarakat, khususnya kalangan generasi muda, perlu terus menerus belajar tentang kewirausahaan, melakukan pengamatan secara cermat tentang peluang pasar,” katanya.
Ia mengemukakan pentingnya pelaku usaha yang menghadapi kegagalan, melakukan evaluasi untuk kepentingan perbaikan usaha pada masa mendatang.

“Setiap kegagalan yang terjadi harus segera dilakukan evaluasi dan segera dilakukan perbaikan dan perubahan ke arah yang lebih baik. Jangan takut mencoba, tiada kesuksesan tanpa tindakan nyata,” katanya.[sp/solopos]

Monday, September 29, 2014

Dua Ulama Salafi Ini Dukung Metode Hisab

 
Perbedaan penentuan hari raya Idul Adha tahun ini ramai diperbincangkan. Beberapa asatidz angkat bicara mengenai hal itu. Ada yang menyuarakan pro hasil keputusan pemerintah dan ada pula yang menyuarakan pro keputusan pemerintah Arab Saudi. Meski demikian, hampir semua ustadz atau da’i tersebut mengajak untuk bersikap lapang dada terhadap perbedaan pendapat ini.

Masih seputar penentuan awal bulan hijriyah, Salafiyin yang dikenal ketat dalam mengikuti konsep ber-Islam-nya para as-salafus shaleh, banyak yang menganggap bahwa penentuan awal bulan hijriyah menggunakan medote selain rukyatul hilal (observasi bulan) adalah haram secara ijma’ ulama yang tidak boleh diselisihi.

Keyakinan ini dibangun dari pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa yang menyatakan bahwa keharaman menggunakan metode hisab adalah sebuah ijma’. Meski demikian, ada beberapa ulama yang tidak setuju dengan pernyataan Syaikhul Islam tersebut, diantaranya adalah Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Abdullah Al-Manii’.

Syaikh Ahmad Syakir adalah seorang ulama bermanhaj salafi asal Mesir, beliau adalah seorang peneliti hadits seperti Syekh Al-Albani. Secara mengejutkan beliau menerbitkan sebuah tulisan berjudul : “أوائل الشهور العربية ، هل يجوز شرعا إثباتها بالحساب الفلكي؟” (Awal Bulan-Bulan Arab, Bolehkah Penentuaannya Dengan Hisab?), sontak buku tersebut menuai banyak penolakan terutama dikalangan salafiyyin itu sendiri.

Dalam buku tersebut, Syaikh Ahmad Syakir tidak hanya menyebut bolehnya menggunakan metode hisab hakiki, beliau bahkan mewajibkan penerapan metode ini.

“Dengan demikian, wajib bagi kaum muslimin untuk menggunakan metode hisab dalam menentukan hilal, dan tidak boleh bagi mereka kembali kepada sistem rukyah, kecuali jika kondisinya tidak memungkinkan”, tegas beliau pada bukunya halaman 13 & 14.

Meski mendapat banyak penolakan, beliau tetap pada pendiriannya, hingga kemudian secara mengejutkan seorang Ulama Arab Saudi anggota Hai’ah Kibar Ulama (Komite Ulama Senior Arab Saudi), Syaikh Abdullah Al-Manii’ mengeluarkan tulisan dengan judul : “التحديد الفلكي لأوائل الشهورالقمرية” (Penetuan Awal Bulan Qomariyah Berdasarkan Ilmu Falak). Dalam tulisan tersebut, Syekh Abdullah Al-Manii’ mendukung sebagian apa yang diusung oleh Syaikh Ahmad Syakir.

Meski sama-sama meyakini bahwa ilmu hisab sah diterapkan dalam menentukan awal bulan hijriyah, antara Syaikh Ahmad Syakir dengan Syaikh Abdullah Al-Manii’ terdapat perbedaan pada batasan penggunaan ilmu hisab tersebut.

Syaikh Ahmad Syakir berpendapat bahwa ilmu hisab harus dijadikan sandaran dalam penentuan awal bulan hijriyah secara mutlak dengan menjadikan wujudul hilal sebagai kriterianya, seperti yang dianut oleh ormas Muhammadiyah di Indonesia.

Sementara Syaikh Abdullah Al-Manii’ berkeyakinan bahwa ilmu hisab bisa dijadikan sandaran dalam menolak persaksian orang yang melihat hilal, jika memang secara hisab hilal dinyatakan belum wujud. Namun dalam penentuan awal bulan, harus melalui ‘ritual’ rukyatul hilal. Pandangan beliau ini mirip dengan kriteria Imkanur Rukyat yang dianut oleh pemerintah RI dan beberapa ormas Islam seperti NU, PERSIS, MUI, dan lain-lain.

Bagaimanapun, sikap dua ulama salafi ini membuka sebuah gerbang baru bagi khazanah pemikiran Islam, karena kedua ulama ini tetap menyandarkan pendapatnya kepada Al-Qur’an, As-Sunnah, serta pernyataan ulama-ulama terdahulu.

Silahkan download kedua makalah ulama tersebut klik disini:

1.    Syekh Ahmad Syakir: www.riyadhalelm.com

2.    Syekh Abdullah Al-Manii': www.noorsa.net

sumber: gemaislam

Dokter Amerika Masuk Islam Setelah Meneliti Posisi Sujud


R. FIDELMA O’Leary mendapatkan penghargaan Woman of Spirit tahun 2012. Ia adalah seorang Professor Biologi di Universitas St. Edward di Austin, Texas, Amerika Serikat.

Wanita asli Texas yang berprofesi sebagai Professor Neurosains di Universitas Texas ini, telah menemukan kedamaian dalam Islam. Dr. Fidelma, yang juga sebagai seorang Dokter Neurologi di sebuat rumah sakit di AS, terpukau ketika melakukan kajian terhadap syaraf-syaraf di otak manusia. Satu hal yang membuat dia terpukau adalah ketika mengetahui bahwa terdapat beberapa urat syaraf manusia yang tidak dimasuki darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan suplai darah agar bisa berfungsi secara normal.

Setelah mengadakan penelitian dengan seksama dan memakan waktu yang lama, Dr. Fidelma akhirnya mendapati kenyataan bahwa urat-urat syaraf di otak itu tidak dimasuki darah kecuali bila seseorang sedang shalat, yakni ketika posisi sujud. Ternyata urat syaraf itu memerlukan darah hanya beberapa saat saja, yakni ketika seseorang shalat.

Setelah penelitian itu, Dr. Fidelma mencari tahu tentang Islam, lewat buku-buku keislaman dan diskusi dengan rekan-rekannya yang Muslim. Dan akhirnya, dengan kesadaran penuh, Dr. Fidelma mengikrarkan keislamannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Allah SWT berkenan memberinya hidayah atau petunjuk pada iman. Keyakinannya pada agama Islam yang baru dianutnya itu demikian besar.

Sekarang Dr. Fidelma membuka klinik, “Pengobatan dengan Al-Qur’an.” Dia terus mengkaji pengobatan Islami dan memberikan pengobatan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan apa saja yang dianjurkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Misalnya, dengan berpuasa, madu, habbatussauda (jinten hitam), minyak zaitun, dan sebagainya.

Allah SWT berfirman: “Dan apabila kamu menyeru untuk mengerjakan shalat, mereka menjadikannya (shalat itu) sebagai ejek-ejekan dan permainan. Yang demikian itu ialah karena mereka suatu kaum yang tidak berakal,” (QS. Al Maidah: 58). [sp/islampos]